SELAMAT DATANG! SEMOGA PERSEMBAHAN KAMI DALAM BLOG INI BERMANFAAT! JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR PADA TULISAN KAMI! TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG!

Friday, September 29, 2017

KRITERIA BAHAN AJAR PENGAJARAN MENYIMAK

x

(Anwar, S.Pd)

PENDAHULUAN

Menyimak adalah keterampilan berbahasa yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari baik formal maupun informal. Menyimak merupakan keterampilan yang cukup mendasar dalam aktivutas berkomunikasi.
Kegiatan yang terjadi di masyarakat kita menunjukkan bahwa kegiatan menyimak lebih banyak dilakukan daripada kegiatan berbahasa lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka keterampilan menyimak harus dibina dan ditingkatkan karena sangat dibutuhkan oleh manusia baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kepentingan di lingkungan pendidikan.
Keberhasilan menyimak sangat tergantung pada pembicara sebagai sumber pesan. Pembicaea yang efektif dalam melaksanakan kegiatannya akan memberi kemudahan kepada penyimak menyerap gagasannya. Penyimak akan efektif apabila ada kerjasama yang baik antara pembicara dan penyimak.
Dalam proses pembelajaran guru hendaknya menjadi pembicara yang baik dan siswa menjadi yang dapat menyerap gagasan guru. Seseorang dikatakan menyimak dengn efektif apabila ia mampu memahami isi pembicaraan dengan baik.
Keterampilan menyimak merupakan salah satu kegiatan berbahasa yang cukup primer di dunia pendidikan. Pembelajar yang kurang mampu menyimak akan mendapat hambatan dalam menerima materi yang disimaknya. Kesalahan menyimak akan berakibat buruk terhadap keterampilan berbahasa lainnya. Kemampuan menyimak yang efektif, efisien, dan kristis sangat esensial bagi keberhasilan pembelajar dalam belajar.

PEMBAHASAN

A. SITUASI KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Dalam meneliti kegiatan menyimak dalam kehidupan sehari-hari perlu dilakukan beberapa kegiatan di antaranya :
       1.    Mengumpulkan Sampel
Anda dapat mengumpulkanm beberapa situasi yang memungkinkan kita dapat mendengarkan orang lain berbicara. Tentu saja hal ini termasuk situasi yang memungkinkan orang melakukan aktivutas lain selain mendengar. Baik menyimak maupun berbicara yang terpenting adalah mereka harus mengerti apa yang dikatakan. Kita dapat berbicara pada diri snediri melalui rutinitas harian anda dna mencatat semua perbedaan pengalaman mendengar anda.
       2.    Menemukan ciri-ciri khusus
Dari sampel yang telah dikumpulkan apakah anda menemukan ciri-ciri umum yang terjadi dalam beberpa situasi yang sama. Ciri seperti ini dapat diasosikan dengan jenis-jenis bahasa yang biasa digunakan, jenis interaksi apa yang dilakukan oleh pendengar. Contohnya, dalam beberapa situasi penutur berbicara seadanya yang hasulnya cenderung informal, jenis bahasa yang tidak teratur, begitu juga pendengar mertespon apa yang dikatakan hanya sikap yang baik dalam mendengarkan. Apakah anda dapat memikirkan karakteristik umum seperti ini.
Ini tugas yang cukup sulit dan mungkin saja anda tidak dapat menemukan ide-ide. Berbagilah dengan teman anda dan jika mungkin bandingkan ide-ide. Berbagilah dengan kolega anda dan jika mungkin bandingkan ide-ide itu dengan segesti yang diberikan pada sesi selanjutnya.

        a.    Kebiasaan informal
Kebanyakan penutur bahasa yang kita dengar bersifat informal dan spontan. Penutur menyusunnya seolah-olah cenderung nyaring atau menceritakan suatu memori.
Percakapan sehari-hari biasanya berlangsung cepat dan ringkas. Ini biasanya terjadi pada percakapan pendek. Contohnya dalam percakapan, biasanya orang berbicara dalam beberapa detik sesuai waktu dan giliran bicara.
Pengucapan dalam kehidupan sehari-hari sering disepelekan karena pembicara menganggap penyimak telah memahami maksudnya, ini terjadi apabila pembicara dan penyimak sudah saling mengenal. Pengucapan kata-kata sering diremehkan karena keakraban pembicara dengan penyimak dan faktanya berbeda dengan presentasi fonologi sesuai dengan kamus.
Percakapan informal cenderung pada hal yang tidak sesuai dengan tata bahasa, tuturan biasanya tidak menjadi masalah karena mereka dapat saling memahami.
        b.    Harapan dan Tujuan Pendengar
Pendengar biasanya selalu ingin mengetahui tujuan atau manfaat pembicaraan, siapa yang berbicara, atau tema apa yang sedang dibicarakan. Setiap orang biasanya memiliki tujuan yang berbeda dalam mendengar atau memahami sesuatu. Kita berharap dapat mendegar sesuatu yang relevan dengan tujuan kita.
Penutur biasanya menuturkan ucapannya langsung pada pendengar. Penutur juga memperhatikan karakter dan intensitas pendengarnya ketika berututur dan terkadang merespon langsung terhadap reaksi baik secara verbal atau non verbal dengan mengubah atau meyesuaikan distorsinya.

B.    SITUASI DI KELAS
Keterampilan menyimak diberikan kepada siswa untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi kegiatan mendengarkan di luar secarta efektf. Di dalam kelas aktivitas mendengarkan diberikan kepada siswa dengan menciptakan beberpaa gambara situasi yang dikondisikan seperti kehidupan nyata.
Alangkah tidak efektifnya ektivitas mendengarkan siswa adalah sesuatu yang tidak ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Mendengar berdasarkan kehidupan sehari-hari lebih bermakna dibandingkan dengan menyimak bacaan dari buku latihan yang nantinya harus dijawab oleh siswa.
Keterampilan menyimak mempunyai peran yang sangat pentig dalam keterampilan berbahasa. Peran menyimak antara lain sebagai dasar keterampilan menulis, penunjang keterampilan menulis, memperlancar komunikasi lisan, dan sebagai penambah informasi atau pengetahuan.
Dalam pendidikan formal, menyimak telah menjadi bagian dari pengajaran bahasa. Namun, selama bertahun-tahun kebanyakan guru berasumsi bahwa pengajarannya tidak perlu direncanakan tersendiri. Bahkan ada anggapan bahwa keterampilan menyimak akan dikuasai dengan sendirinya apabila pengajaran lainnya sudah berjalan baik.
Untuk menjamin berlangsungnya kegiatan menyimak dengan baik dan efektif maka guru haruslah terlebh dahulu yakin akan apa yang hendak dikatakannya dan mengetahui cara terbaik untuk menyampaikannya.
Sebagai seorang guru yang menjadi fasilitator bagi siswa dalam keterampilan menyimak, guru seharusnya menguasai keterampilan tersebut dan dapat menjadi contoh bagi pembelajar.
Ada beberapa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan bahan menyimak di dalam kelas. Pembelajar dapat menyimak hasil wawancara, pidato, berita dialog, pembacaan puisi, pembacaan cerita dll.
Menyimak wawancara merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran bahasa Indoensia, pemebelajaran ini dimaksudkan untuk melatih kepekaan siswa dalam menerima atau mencari informasi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk mendukung keterampilan berbahasa lainnya, seperti berbicara dan menulis.
Pembelajaran menyimak wawancara dapat dilakukan dengan berbagai cara dan teknik penyajian. Misalnya menyimak langsung atau tidak langsung.  Menyimak tidak langsung yaitu menyimak rekaman dari kaset atau video.
Menyimak pidato merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi juga dapat menambah wawasan. Dengan bertambahnya wawasan dan pengetahuan maka seseorang akan lebih mampu berpikir dan betindak. Menyimak pidato pembelajar diharapkan dapat menemukan hal-hal penting dalam pidato tersebut.
Berita merupakan kabar atau informasi yang disampaikan kepada orang lain. Penyampaian berita dapat secara lisan ataupun secara tertulis. Penyampaian berita secara tertulis dapat dilakukan melalui surat kabar, majalah, papan pengumuman, atau surat, sedangkan berita lisan secara melalui radio, televisi, atau secara langsung seperti diskusi, simposium, dan pad asaat pembelajaran berlangsung.
Sebenarnya dialog sering sekali pembelajar saksikan dan simak melalui layar televisi, radio, tape recorder, maupun media massa lainnya. Yang menjadi pertanyaan mampukah pembelajar memahami hal-hal yang penting dalam dialog?.
Menyimak dialog yang harus dilakukan adalah mencatat hal-hal penting dalam dialog. Mecari hal-hal yang tersirat dalam dialog juga merupakan hal penting yang harus dilakukan. Kegiatan terakhir dalam menyimak dialog adalah menyimpulkan isi dialog.
Guru dengan memilih materi simakan yang sesuai dengan kemampuan pembelajar akan menghasilkan proses belajar-mengajar yang memuaskan dan menyenangkan baik bagi pembelajar maupun bagi guru sendiri.
Adapun materi simakan yang dapat dijadikan bnahan pengajaran dengan memiliki berbagai tujuan antara lain :
1. Materi yang tujuannya untuk mendapatkan respon penyimak berupa bunyi-bunyian, baik barupa suara, suku kata, kata, frase, maupun kalimat. Bunyi-bunyian tersebut masuk ke dalam alat pendengar kita, sengaja ataupun tidak disengaja dan menuntut kita untuk memberikan reaksi terhadap pesan bunyi tersebut.
2. Materi yang memerlukan pemusatan perhatian untuk menentukan gagasan-gagasan pokok pembicaraan serta gagasan-gagasan penunjangnya.
3.  Materi yang tujuannya membandingkan atau mempertentangkan dengan pengalaman atau pengetahuan penyimak.
4. Materi yang tujuannya menutut penyimak berpikir kritis, yakni melalui proses analisis, misalnya L menyampaikan hasil seminar, kongres, diskusi untuk ditanggapi dan dianalisis dari berbagai disiplin ilmu.
5.  Materi yang tujuannya untuk menghibur umumnya bersifat santai seperti mendengarkan pembacaan cerpen, puisi, pementasan drama, dll.
6. Materi yang tujuannya informatif, misalnya : menyimak pengumuman, instruksi, larangan, penolakan, percakapan baik langsung maupun tidak langsung (melalui telepon).
7.  Materi yang tujuannya deskriminatif yakni menyimak setelah menerima pesan dapat memberikan rekasi yang sesuai dengan keinginan pembicara, misalnya : membedakan suara orang susah, orang gembira, orang sedih, orang khawatir, orang jengkel, dll.

C.   FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJAR MENYIMAK
Dalam pembelajaran keterampilan menyimak perlu dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak. Apalagi pembelajar dapat memahami faktor-faktor yang berpengaruh dalam kegiatan menyimak maka dia akan menghindari faktor tersebut.
       1.    Faktor Fisik
Kondisi fisik seorang penyimak merupakan faktor penting yang turut menentukan keefektifan serta kualitas keaktifannya. Dalam keadaan seperti ini, dia mungkin saja terganggu serta dibingunkan oleh upaya yang dilakukan untuk menyimak atau dia kehilangan ide-ide pokok seluruhnya. Secara fisik dia mungkin jauh di bawah ukuran gizi normal, sangat lelah, atau mengidap suatu penyakit fisik sehingga perhatiannya dangkal.
Lingkungan fisik juga turut bertanggung jawab atas ketidakefektifan menyimak seseorang. Ruangan mungkin terlalu panas, lembab, ataupun terlalu dingin, suara bunyi bising yang mengganggu dari jalan, atau dari beberapa bagian ruangan tempat belajar. Faktor-faktor tersebut bersifat sepele. Namun, para guru hendaknya selalu memperhatikan hal-hal tersebut agar proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
       2.    Faktor Pengalaman
Sikap merupakan hasil pertumbuhan, perkembangan dan pengalaman, kurangnya minat merupakan akibat dari pengalaman yang kurang atau tidak ada sama sekali terhadap bahan simakan.
       3.    Faktor Sikap
Pada dasarnya manusia mempunyai dua sikap utama untuk semua hal yaitu sikap menerima dan sikap menolak, orang akan bersikap menerima pada hal-hal yang menarik dan menguntungkan tetapi menolak pada hal-hal yang tidak menarik dan tidak menguntungkan. Kedua hal tersebut mempengaruhi pembelajaran menyimak karena dapat membawa pengaruh negarif dan pengaruh positif.
Sebagai pendidik, tentunya guru akan memilih dan menanamkan dampak positif kepada anak didiknya dari segala bahan yang disajikan, khususnya bahan simakan. Menyajikan pelayanan dengan baik dengan materi yang menarik ditambahn lagi dengan penampilan yang mengagumkan jelas sangat menguntungkan dan sekaligus membentuk sikap positif pada siswa.
       4.    Faktor Motivasi
Motivasi merupakan salah satu butir penentu keberhassilan seseorang dalam menyimak. Apabila motivasi tinggi untuk mengerjakan sesuatu, maka diharapkan akan berhasil mencapai tujuan. Begitu pula halnya dengan menyimak.
Dorongan dan tekad diperlukan dalam mengerjakan segala sesuatu dalam kehidupan. Menerangkan materi pelajaran dengan baik dan jelas, mengutarakan apa maksud dan tujuan yang hendak dicapai dan bagiamana cara mencapai tujuan itu, jelas merupakan suatu bimbingan kepada siswa untuk menanamkan serta meningkatkan motivasi mereka untuk menyimak dengan tekun.
       5.    Faktor Jenis Kelamin
Beberapa pakar menyimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan pada umumnya mempunyai perhatian yang berbeda dan cara mereka memusatkan perhatian pada sesuatu pun berbeda pula, begitu pula pada kegiatan menyimak, sifat dan gaya menyimak laki-laki dan perempuan sangat berbeda.
       6.    Faktor Lingkungan
Sekolah dan lingkungan fisik ruangan kelas merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan menyimak. Ruangan harus tertata dengan rapi tanpa ketegangan dan gangguan. Begitu pula dengan lingkungan sosial, menciptakan suasana dimana guru merencanakan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan sistem yang dapat memanfaatkan situasi kelas untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi sehari-hari sesuai dengan rencana.
       7.    Faktor Peranan Dalam Masyarakat
Kemauan menyimak dapat dipengaruhi oleh peranan kita dalam masyarakat. Sebagai pendidik dituntut menyimak dengan seksama dan penuh perhatian agar apa yang disimak dapat menambah ilmu pengetahuan. Pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan dari masyarakat sangatlah berpengaruh pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Kemampuan menyimak dalam masyarakat dapat dilakukan melalui ceramah, wawancara, dll. Hasilnya dapat diterapkan dan dikaitkan dengan pengalaman pengetahuan saat guru mengajar dengan situasi dan kondisi saat itu.
Untuk meningkatkan keterampilan menyimak ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu :
              -      Bersikaplah secara positif
              -      Bertindaklah responsif
              -      Cegahlah gangguan-gangguan
              -      Simaklah dan ungkaplah maksud pembicara
              -      Carilah tanda-tanda yang akan datang
              -      Carilah rangkuman pembicaraan terlebih dahulu
              -      Nilailah bahan-bahan penunjang
              -      Carilah petunjuk-petunjuk non verbal
      
                     Dalam proses menyimak ada beberapa kendala yang sering ditemui yaitu :
              -      Keegosentrisan
              -      Keengganan ikut terlibat
              -      Ketakutan akan perubahan
              -      Keinginan menghindari pertanyaan
              -      Puas terhadap penampilan eksternal
              -      Pertimbangan yang prematur
              -      Kebingungan semantik

 PENUTUP

A.   SIMPULAN
Kegiatan menyimak dalam kehidupan sehari-hari perlu dilakukan beberapa kegiatan di antaranya : mengumpulkan sampel dan menemukan ciri-ciri khusus.
Ada beberapa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan bahan menyimak di dalam kelas. Pembelajar menyimak dapat berupa hasil wawancara, pidato, berita, dialog, pembacaan puisi,pembacaan cerita, dll.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kegiatan menyimak antara lain : faktor fisik, faktor pengalaman, faktor sikap, faktor motivasi, faktor jenis kelamin, faktor lingkungam dan faktor peranan dalam masyarakat.

B.    SARAN
Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran menyimak guru hendaknya lebih memahami kendala-kendala yang dihadapi baik di dalam dan di luar kelas.
Faktor-faktor yang dapat menghambat pembelajaran menyimak hendaknya dipahami guru dengan baik. Agar dapat mengantisipasi faktor-faktor penghambat tersebut.

Wednesday, September 27, 2017

SUBSTANSI DATA DAPODIK


DEFINISI DATA

Data ialah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan suatu pengolahan. Data bisa berwujud suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupun suatu konsep.

Beberapa definisi tentang data dari sudut pandang yang berbeda-beda:

1.  Data adalah deskripsi dari sesuatu dan kejadian yang kita hadapi.
2. Data adalah kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata.
Kejadian adalah sesuatu yang terjadi pada saat tertentu. Kesatuan nyata adalah berupa suatu objek nyata seperti tempat, benda dan orang yang betul-betul ada dan terjadi.


DAPODIK atau singkatan dari Data Pokok Pendidik adalah sistem pendataan skala nasional yang terpadu, dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional, yang merupakan bagian dari Program perancanaan pendidikan nasional dalam mewujudkan insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif ( sumber : wikipedia ). 
DAPODIK adalah suatu konsep pengelolaan Data Pendidikan yang bersifat Relational dan Longitudinal, sehingga program-program pembangunan pendidikan dapat terarah dan akan mempermundah dalam menyusun perencanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan pendidikan dalam rangka peningkatan Mutu Pendidikan yang Merata dan Tepat Sasaran. Acuan pembangunan pendidikan nasional adalah terpenuhinya SPM dan SNP dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Untuk mewujudkan pembangunan pendidikan tersebut dibagi menjadi empat faktor/bidang garapan yaitu: 
1. PTK (Pendidik dan Tenaga Kependidikan) 
2. Satuan Pendidikan 
3. Peserta Didik, dan 
4. Substansi Pendidikan.
Didalam implementasinya keempat faktor pendidikan harus tergambarkan atau didukung dengan Data Pokok Pendidikan yang sama sumbernya.

Demi melaksanakan perencanaan pendidikan dan juga melakukan program-program pendidikan agar tepat pada sasaran, maka dibutuhkan data dengan prinsip:
  1. Cepat, artinya informasi/data harus tepat waktu saat diperlukan.
  2. Tepat, artinya informasi/data yang disajikan harus benar dan sahih
  3. Akurat, artinya informasi mencerminkan keadaan sebenarnya, bukan rekayasa
  4. Akuntabel, dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
Prinsip-pronsip di atas menjadi acuan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi kinerja program-program pendidikan nasional dapat dilaksanakan dengan lebih terukur, tepat sasaran, efektif, efisien dan berkelanjutan. untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, maka Departemen Pendidikan Nasional telah mengembangkan suatu sistem pendataan skala nasional yang terpadu dan disebut dengan Data Pokok Pendidikan atau yang lebih kita kenal DAPODIK.


Link Terkait




Saturday, September 23, 2017

Tuesday, September 19, 2017

ANALASIS SEMIOTIKA DALAM PUISI



A.   Pengertian Puisi
Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbeda bentuknya dengan prosa dan drama. Berikut ini dipaparkan batasan puisi yang diutarakan beberapa ahli:
1.    Aminuddin (1995: 134) memberikan batasan puisi berdasarkan istilah. Ia menyatakan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poima ’membuat’ atau posisi ’pembuatan’  dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry.  Puisi pada dasarnya seorang telah  menciptakan satu dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau gambaran seseorang telah menciptakan suasana tertentu baik fisik maupun batiniah.
2.    Matthew dalam Elliot (11:2) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk aktivitas intelektual yang tinggi.
3.    Ralp Waldo Emerson (dalam Situmarong, 1983: 8) mengatakan bahwa pusis mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sedikit mungkin. Selain rumusan itu, dia juga mengatakan bahwa puisi menggerakkan tubuh yang kasar dan mencari kehidupan serta sebab musabab yang menyebabkannya.
4.    Lescelles Abercrombie (dalam Situmarong, 1983: 9)menyatakan bahwa puisi sebagai ekspresi dari pengalaman imajinatif yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan setiap rencana yang matang serta bermanfaat. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pusis adalah susut ekspresi jiwa dari seorang penyair untuk menampilkan pengalaman hidup yang melibatkan imajinasi yang tinggi dengan menggunakan media bahasa yang padat.

B.   Pengertian Semiotik (Semiotics)
Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada (ditentukan) konvensi-konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara (modus) wacana mempunyai makna (Preminger, dkk, 1974:1980).
Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi), yang seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan seorang ahli filsafat yaitu Charles Sander Peirce (1839-1914). Saussure menyebut ilmu itu dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik (semiotics). Kemudian, nama itu sering dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di Prancis dipergunkan nama semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih banyak dipakai nama semiotik.
C.   Tanda: Penanda dan Petanda
Semiotik adalah ilmu tanda-tanda. Tanda mempunyai dua aspek yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentukformalnya yang menandai suatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah suatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya. Contohnya kata ‘ibu’ merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti: ‘orang yang melahirkan kita’.
Tanda itu tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama ialah ikon, indeks, dan simbol.
Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (pertanda) sebagai artinya. Potret menandai orang yang dipotret, gambar pohon menandai pohon.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api, alat penanda angin menunjukkan arah angin, dan sebagainya.
Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungan bersifat arbitrer (semau-maunya). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. ‘ibu’ adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi  masyarakat bahasa (Indonesia). Orang Inggris menyebutnya mother, Prancis menyebutnya la mere, dan sebagainya. Adanya bermacam-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemena-menaan” tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.
Perlu diperhatikan, dalam penelitian sastra dengan pendekatan semiotik, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari (diburu), yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian luasnya). Misalnya, dalam penokohan, seorang tokoh tertentu, misalnya dokter (Tono dalam Belenggu) dicari tanda-tanda yang memberikan indeks bahwa ia dokter. Misalnya Tono, ia selalu mempergunakan istilah-istilah kedokteran, alat-alat kedokteran, mobil bertanda simbol dokter, dan sebagainya.
D.   Metode Semiotik dalam Penelitian Sastra
Dikemukakan  Preminger dkk (1974:981) bahwa penerangan semiotik itu memang objek-objek atau laku-laku sebagai parole (laku tuturan) dari suatu langue (bahasa:sistem linguistik) yang mendasari “tata bahasanya” harus dianalisis.
Peneliti harus menyendirikan satuan-satuan minimal yang digunakan oleh sistem tersebut; peneliti harus menentukan kontras-kontras di antara satuan-satuan yang menghasilkan arti (hubungan-hubungan paradigmatik) dan aturan-aturan kombinasi yang memungkinkan satuan-satuan itu untuk dikelompokkan bersama-sama sebagai pembentuk-pembentuk struktur yang lebih luas (hubungan-hubungan sintakmatik). Dikatakan selanjutnya oleh Premiger bahwa studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sistem tanda-tanda. Oleh karena itu, peneliti harus menenukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.
Karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Dalam sastra ada jenis-jenis sastra (genre) dan ragam-ragam; jenis sastra prosa dan puisi, prosa mempunyai ragam: cerpen, novel, dan roman (ragam utama). Genre puisi mempunyai ragam : puisi lirik, syair, pantun soneta, balada, dan sebagainya. Tiap ragam itu merupakan sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis sistem tanda itu dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam ragam sastra itu mempunyai makna.
Sebagai contohnya, genre puisi merupakan sistem tanda, yang mempunyai satuan-satuan tanda (yang minimal) seperti kosa kata, bahasa kiasan, di antaranya: personifikasi, simile, metafora, dan metonimi. Tanda-tanda itu mempunyai makna berdasarkan konvensi-konvensi(dalam) sastra. Di antara konvensi-konvensi puisi adalah konvensi kebahasaan: bahasa kiasan, sarana retorika, dan gaya bahasa pada umumnya. Di samping itu, ada konvensi ambiguitas (makna ganda), kontra indikasi, dan nounse. Ada pula konvensi visual berhubung karya sastra (puisi)juga ditulis, konvensi visual tersebut di antaranya: bait, baris sajak, enjambement, sajak (rima), tipografi, dan homologue. Konvensi kepuitisan visual sajak tersebut dalam linguistik tidak mempunyai arti, tetapi dalam sastra mempunyai atau menciptakan makna. Tentu saja, masih ada konvensi-konvensi lain yang menyebabkan karya sastra mempunyai makna.
Cerpen pun mempunyai konvensi-konvensi sendiri yang lain dari konvensi puisi, misalnya konvensi yang berhubungan dengan bentuk cerita dan sifat naratifnya, misalnya plot, penokohan, latar atau setting, dan pusat pengisahan (point of view); di samping itu, juga mempunyai konvensi kebahasan yang berupa gaya bahasa. Elemen-elemen cerpen itu merupakan satuan-satuan yang harus dianalisis dan disendiri-sendirikan (dalam arti diekplisitkan).
Arti atau makna satuan itu tidak lepas dari konvensi-konvensi sastra pada umumnya ataupun konvensi-konvensi tanda-tanda sastra. Seperti telah diterangkan, tanda-tanda itu mempunyai arti atau makna disebabkan oleh konvensi-konvensi. Konvensi itu merupakan perjanjan tersebut adalah perjanjian tak tertulis, disampaikan secara turun-temurun, bahkan kemudian sudah menjadi hakikat sastra dan konvensi-konvensi tersebut. Tanpa demikian, karya sastra tidak akan dapat “direbut” (direkuperasi) maknanya secara optimal. (Dapat juga diganti “diberi makna”, bukan “direbut”, tergantung sudut pandang atau orientasinya).
Di samping metode yang telah terurai, ada metode yang lebih khusus untuk meneliti karya sastra secara semiotik: pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif yang akan diuraikan kemudian.
Untuk lebih mudah penelitian (atau pendekatan) semiotik yang berikut dibicarakan konvensi yang penting dalam karya sastra, yaitu konvensi ketaklangsungan ekspresi sastra dan konvensi hubungan antarteks.
E.    Pembacaan Semiotik : Heuristik dan Hermeneutik atau Retroaktif
Untuk dapat memberikan makna sejak secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978:5-6). Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristik dengan memberi konvensi sastranya.
Pembacaan heuristik pada sajak dan cerkan pastilah sedikit berbeda meskipun pada prinsipnya sama. Hal ini disebabkan cerkan bahasanya tidak begitu menyimpang dari tata bahasa baku. Pembacaan heuristik cerkan adalah pembacaan “tata bahasa” ceritanya, yaitu pembacaan dari awal sampai akhir cerita secara berurutan. Untuk mempermudah pembacaan ini dapat berupa pembuatan sinopsis cerita. Cerita yang beralur sorot balik (dapat) dibaca secara alur lurus. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian-bagian cerita secara berurutan. Begitu juga, analisis bentuk formalnya merupakan pembacaan heuristik.
Untuk contoh pembacaan heuristik dan hermeneutik itu di sini diambil sajak Subagyo Sastrowardojo berikut ini.
DEWA TELAH MATI
Tak ada dewa di rawa-rawa ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari
Dan siang terbang mengitari bangkai
pertapa yang terbunuh dekat kuil

Dewa telah mati di tepi-tepi ini
Hanya ular yang mendesir dekat sumber
Lalu minum dari mulut
pelacur yang tersenyum dengan bayang sendiri

Bumi ini perempuan jalang
yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
ke rawa-rawa mesum ini
dan membunuhnya pagi hari.
                                                            (Simphoni, 1975: 9)
F.    Pembacaaan Heuristik
Dalam pembacaan heuristik ini, sajak dibaca berdasarkan struktur kebahasaannya. Untuk memperjelas arti bilamana perlu disimpan kata atau sinonim kata-katanya ditaruh dalam tanda kurung. Begitu juga, struktur kalimatnya disesuaikan dengan kalimat baku (berdasarkan tata bahasa normatif); bilamana perlu susunannya dibalik untuk memperjelas arti. Pembacaan heuristik “Dewa Telah Mati” itu sebagai berikut.
           
            Bait ke-1
Di rawa ini tak ada dewa. (Yang ada) hanya gagak yang mengakak (bergaok-gaok) pada malam hari, dan di waktu siang hari (gagak itu) terbang mengitari bangkai pertapa yang terbunuh (di) dekat kuil.

Bait ke-2
Di tepi-tepi ini (di rawa-rawa ini) dewa telah mati. (Yang ada) hanya ular yang mendesir (menjalar dengan berisik) dekat sumber (sumber ait, kolam, atau danau). Lalu (ular itu) minum (air sumber itu) dari mulut pelacur (dengan mulut pelacur) yang tersenyum dengan bayangan sendiri (tersenyum melihat bayangannya sendiri yang cantik).

Bait ke-3
(Begitulah pada hakikatnya; sesungguhnya) bumi ini adalah perempuan jalang (pelacur, perempuan nakal) yang menarik laki-laki jantan dan pertapa ke rawa-rawa mesum ini; dan membunuhnya di pagi hari.
Tentu saja pembacaan heuristik ini belum memberikan makna sajak yang sebenarnya. Pembacaan ini terbatas pada pemahaman terhadap arti bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama, yaitu konvensi bahasanya.



G.   Pembacaan Retroaktif atau Hermeneutik
Pembacaan heuristik harus di ulang kembali dengan bacaan retroaktif dan ditafsirkan secara hermeneutik berdasarkan konvensi sastra (puisi), yaitu sistem semiotik tingkat kedua. Konvensi sastra yang memberikan makna itu di antaranya konvensi ketaklangsungan ucapan (ekspresi) sajak, seperti telah dibicarakan di muka. Pembacaan hermeneutik itu sebagai berikut.
“Dewa Telah Mati” mengiaskan bahwa dewa atau secara ‘luasnya Tuhan telah “mati”, berarti tuhan tidak dipercaya lagi oleh orang-orang (manusia). Secara keseluruhan bacaan (tafsiran) sajak tersebut sebagai berikut:

Bait ke-1
Di tempat-tempat yang penuh kemaksiatan (rawa-rawa ini) Tuhan tidak dipercayai lagi oleh orang-orang (manusia). Di tempat yang penuh kemaksiatan ini hanya orang-orang jahat (koruptor, perampok, dan sebagainya). Orang-orang jahat (gagak) tersebut melakukan kejahatan atau bersimarajalela (mengakak) di masa kacau, masa gelap (malam hari). Mereka (orang-orang jahat itu) beramai-ramai mengelilingi harta yang haram (bangkai) milik orang-orang suci (pertapa, para pemeluk agama) yang ingkar (pada hakikatnya sudah mati). Mereka terbunuh (oleh kejahatan) dekat tempat sucinya, tempat peribadatannya (kuil, gereja, masjid, dll).

Bait ke-2
Tuhan telah tidak dipercaya lagi atau orang-orang telah ingkar kepada Tuhan di tempat-tempat pinggir (tempat yang tidak benar), tempat yang penuh kemesuman, kemaksiatan, atau kejahatan. Oleh karena itu, yang ada (pada hakikatnya) hanya orang-orang jahat (ular) yang berbuat jahat, melakukan makar di tempat-tempat kekayaan, keberuntungan (mendesir dekat sumber). Para penjilat itu (ular itu) lalu memuaskan nafsunya (minum) dari mulut para pelacur atau dengan mulut pelacur (orang-orang yang melacurkan diri, menjual harga dirinya). Artinya, orang-orang tersebut mendapat kekayaan, kesenangan, kebahagiaan, pangkat, atau kekuasaan dari “melacurkan diri”: menjilat atasannya atau para penguasa demi keuntungan dirinya, tak peduli halal atau haram. Mereka tidak peduli kehinaan, bahkan masih dapat tersenyum (berbangga diri) melihat bayangannya di depan cermin (rupanya yang tampak “indah” di kaca). Mereka masih mengagumi kehebatannya, kekayaannya yang sebelumnya hanya palsu (hanya bayangan).

Bait ke-3
Berdasarkan pada baik ke-1 dan ke-2, yaitu di tempat ini, di negeri ini, dipenuhi oleh orang jahat yang hanya mementingkan kehidupan dunia yang maya yang didapat dari hasil kejahatan, perbuatan hina, maka pada hakikatnya dunia dan kehidupan ini tampak seperti yang tergambar dalam bait ke-3 sebagai berikut.
Pada hakikatnya dunia dan kehidupan ini (bumi ini) adalah perempuan jalang (pelacur yang menjual keindahan dan kenikmatan tubuhnya) yang menawarkan kenikmatan dunia yang fana kepada orang-orang yang hanya memuaskan hawa nafsu keduniawian saja, bahkan orang suci (pertapa) pun menjadi munafik. Kehidupan yang haram itu menjerumuskan mereka itu ke tempat-tempat penuh kejahatan, kemaksiatan dan kemesuman. Oleh karena itu, membunuh mereka yang hanya terpikat kepada keduniawian yang fana yang penuh “penyakit “ pada waktu mulai timbulnya harapan kehidupan yang baik (pagi hari).

Tentu saja, masih ada cara-cara lain untuk mendekati atau meneliti karya sastra secara semiotik. Akan tetapi, apa yang telah terurai adalah cara-cara atau metode utama dalam penelitian sastra dengan teori dan metode semiotik.

KOTAK SARAN

Name

Email *

Message *