1.
Empirisme
Berdasarkan percobaan-percobaan yang dilakukan, para penganut
behaviorisme menyimpulkan bahwa suatu organisme dikondisikan untuk memberikan
respons terhadap stimulus. Karena semua belajar berkondisi dan karena cara
belajar manusia sama dengan binatang, maka proses belajar pada manusia juga
dikondisikan dengan cara yang sama seperti proses belajar pada binatang. Mereka
yakin bahwa pada manusia yang menjadi penguat (reinforcement) adalah lingkungan (Chastain dalam Hadley, 1993).
Skinner dalam bukunya Verbal
Behavior (1957) menggunakan istilah pengkondisian operant untuk belajar verbal (verbal
learning). Menurut pandangannya bahasa merupakan sistem respons yang
canggih yang dipelajari manusia melalui proses pengkondisian yang “otomatik”.
Menurut pendapatnya, ada pola-pola bahasa yang tidak diikuti ganjaran, dan ada
pula yang diikuti ganjaran (menghasilkan sesuatu yang menyenangkan). Yang akan
berkembang pada seseorang hanyalah pola-pola yang diikuti dengan ganjaran saja.
Menurut pengikut Skinner pikiran manusia adalah suatu tabula rasa (lembaran kosong) yang kelak akan diisi dengan asosiasi
antara stimulus yang berasal dari lingkungan dengan respons-respons yang
dipilih dari luar organisme.
Hadley menyimpulkan teori behaviors sebagai berikut:
a. Proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar
pada binatang.
b. Pikiran anak merupakan tabula rasa. Tidak ada kemampuan belajar bahasa yang merupakan
bawaan lahir.
c. Data psikologi dibatasi pada yang dapat diamati.
d. Semua perilaku merupakan respons terhadap stimulus.
Perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif; sebenarnya semua perilaku
bersifat asosiatif.
e. Pengkondisian mencakup penguatan asosiasi antara
stimulus dan respons melalui ganjaran (reinforcment).
f. Bahasa manusia merupakan sistem respons yang canggih
yang dipelajari melalui pengkondisian operant.
Pandangan behaviorisme mendapat kecaman tajam dari kelompok yang dikenal
sebagai kaum rasionalis. Chomsky misalnya menganggap bahwa perilaku bahasa itu
jauh lebih rumit daripada suatu hubungan S – R, dan bahwa teori Skinner tidak
mampu menjelaskan kreativitas anak dalam mengembangkan bahasanya. (Chomsky dalam
Hadley, 1993). Kaum behavioris tidak dapat menjelaskan mengapa dan bagaimana
misalnya, seorang anak berdasarkan beberapa kata saja dapat membuat banyak
kalimat. Selain itu menurut Hadley McLaunhlin mengeritik bahwa kajian Skinner
itu tidak berdasarkan pada penelitian terhadap manusia. Kelompok behaviorisme
tidak pernah melakukan penelitian terhadap bahasa anak, apalagi berkaitan
dengan pemerolehan bahasa kedua. Selain McLaughlin juga mengemukakan bahwa
dalam kenyataannya proses peniruan dan penguatan tidak perlu berperan di dalam
perkembangan bahasa anak. Orang tua biasanya tidak mengoreksi
kasalahan-kesalahan gramatikal pada bahasa anaknya, melainkan merespons
berdasarkan isinya saja.
Kritik Chomsky terhadap teori behaviorisme merupakan ujung lain pada rentangan
antara teori empiris dan rasionalis.
2. Rasionalisme
a. Teori Tata Bahasa Universal
Aliran
rasionalisme memandang bahasa sebagai kemampuan manusiawi, hanya dimiliki oleh
manusia. Selain itu Anda juga sudah mengenal pengertian “perangkat pemerolehan
bahasa language asquisition device/LAD yang dikemukakan oleh Chomsky. McNeil
menyatakan bahwa LAD tersebut merupakan bawaan lahir dan meliputi: (1)
kemampuan membedakan bunyi bahasa dan bunyi-bunyi lain; (2) kemampuan menyusun
bahasa menjadi sistem struktur; (3) pengetahuan tentang yang mungkin/tidak
mungkin diterima dalam sistem linguistik; (4) kemampuan untuk membangun sistem
paling sederhana yang mungkin berdasarkan data yang tersedia. Dengan “LAD” itu
anak-anak kecil dalam waktu yang singkat dengan masukan terbatas mampu
menguasai bahasa.
Teori
tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen gramatikal atau
prinsip-prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa manusia yang
memungkinkan anak-anak mengorganisasikan masukan yang diterima dengan cara
tertentu. Prinsip-prinsip tersebut merupakan produk “LAD” dan mencakupi
prinsip-prinsip universal substantif serta
prinsip universal formal. Prinsip
substantif terdiri dari unsur-unsur bahasa seperti fonem dan kategori sintaksik
(kata benda, kata kerja). Prinsip formal bersifat abstrak yang membatasi
aturan-aturan atau pilihan yang dapat digunakan anak-anak untuk membentuk suatu
tata bahasa.
Menurut
Chomsky seperti yang diuraikan oleh Hadley, prinsip-prinsip universal yang
“ditemukan” oleh anak-anak membentuk suatu “tata bahasa inti” yang sama dalam
semua bahasa. Sebaliknya, “ tata bahasa periferal” terdiri dari aturan-aturan
yang tidak ditentukan oleh bahasa universal,
melainkan yang mungkin berasal dari bentuk bahasa yang lebih tua,
diserap dari bahasa lain, atau mungkin juga terbentuk pada waktu tertentu.
Hadley
mengakui bahwa teori tata bahasa universal Chomsky serta pendekatan-pendekatan
yang berasal dari teori tersebut sangat kompleks untuk dipahami. Ia
menyimpulkan ciri-ciri teori itu sebagai berikut:
1)
Bahasa adalah kemampuan manusia, yang diturunkan secara
genetis.
2)
Belajar bahasa ditentukan oleh mekanisme biologis.
3)
Bentuk tertinggi pada setiap bahasa manusia adalah
fungsi tata bahasa universal, yaitu seperangkat prinsip yang abstrak yang
merupakan bawaan lahir.
4)
Setiap bahasa memiliki “parameter”, yang “latarnya”
dipelajari berdasarkan data lingustik.
5)
Ada
tata “bahasa inti” yang sama dengan prinsip-prinsip universal, dan tata bahasa
periferal yang mancakupi unsur-unsur yang tidak sama dengan tata bahasa
universal.
6)
Tata bahasa inti secara umum dianggap lebih mudah
dipahami daripada bahasa periferal. (Hadley, 1993:50).
Menurut
McLaughlin, tata bahasa universal itu sendiri tidak menyangkut pemerolehan
kedua; akan tetapi beberapa peneliti bahasa kedua menggunakan prinsip-prinsip
tata bahasa universal untuk memperoleh penjelasan yang memadai tentang
karakteristik bahasa antara ‘inter-languages’.
Beberapa ahli mengemukakan asumsi bahwa prinsip-prinsip universal yang
digunakan anak untuk membentuk bahasa ibunya, juga ada pada orang dewasa; namun
banyak pula yang yakin bahwa orang dewasa tidak lagi memiliki prinsip-prinsip
itu sehingga mereka harus menerapkan proses kognitif yang berbeda untuk
mempelajari bahasa kedua atau bahasa asing (Lersen dalam Hadley, 1993).
b. Teori Monitor
Secara
ringkas Teori Krashen dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)
Orang dewasa dapat mengembangkan kompetensi dalam
bahasa kedua melalui proses pemerolehan dan proses belajar.
2)
Pemerolehan, sama dengan proses yang dialami anak-anak
dalam menguasai bahasa ibunya. Belajar melibatkan pengetahuan sadar tentang
aturan-aturan .
3)
Jika pemerolehan terjadi secara alamiah, urutan
unsur-unsur gramatikal dapat diramalkan.
4)
Belajar hanya berfungsi sebagai editor apa yang
dihasilkan, dan hanya dapat menjadi monitor suatu unjuk lalu bahasa jika
disertai kondisi yang memadai.
5)
Struktur baru hanya dapat dikuasai bila ada
“masukan-masukan yang dapat dipahami”. Masukan tidak perlu dirancang dengan
teliti, jika komunikasi berhasil “masukan tidak perlu dirancang dengan teliti,
jika komunikasi berhasil “masukan yang dapat dipahami” akan terbentuk.
6)
Pemerolehan hanya akan terjadi jika ada motivasi serta
konsep diri dan tidak ada kecemasan. (Hadley, 1983:53)
Kritik
terhadap teori monitor Krashen dikemukakan oleh Musel dan Carr (1981) yang
mempertanyakan perbedaan antara istilah “pemerolehan” dan “belajar” dan aturan
“sadar” dan “tak sadar”. Selain itu banyak diajukan keberatan tentang asumsi
nativis yang mendasarinya bahwa belajar bahasa berbeda dengan jenis belajar
lainnya.
Berkaitan dengan perbedaan pemerolehan dan belajar, proses pemerolehan
yang terjadi di bawah-sadar anak-anak mendapat intuisi yang “memberikan
pertimbangan” apakah suatu bentuk benar atau salah berterima atau tidak.
Intuisi ini sering disebut sebagai rasa
bahasa (S. Hardjono), dan tidak diperoleh pelajar melalui proses belajar
formal terutama pada tahap permulaan.
c. Teori Kognitif
McLaughlin mengemukakan karakteristik teori kognitif sebagai berikut.
1)
Psikologi kognitif lebih menekankan proses mengetahui
‘knowing’ daripada merespons dan membahas studi tentang proses mental yang
terjadi dalam pemerolehan dan penggunaan pengetahuan. Fokusnya menurut
Laughlin, tidak pada hubungan S – R, melainkan pada peristiwa mental.
2)
Pendekatan kognitif menekankan struktur atau organisasi
mental. Sesuai dengan pandangan Piaget bahwa semua makhluk dilahirkan dengan
kecenderungan yang tidak berbeda untuk mengorganisasikan pengalaman; psikologi
kognitif berasumsi bahwa pengetahuan manusia itu terorganisasi dan segala yang
baru dipelajari akan dipadukan dengan struktur tersebut.
3)
Teori Kognitif memandang pelajar lebih sebagai
seseorang yang berindak, membentuk, dan merancang daripada sekedar menerima
rangsangan (stimulus) dari lingkungannya. Karena itu, untuk memperoleh
pemahaman yang utuh “kognisi” manusia diperlukan analisis strategi-strategi
yang digunakan untuk berpikir, memahami, mengingat, dan menghasilkan bahasa.
Menurut
pandangan/teori kognitif, belajar adalah pemerolehan keterampilan kognitif yang
kompleks. Dalam belajar berbahasa untuk mendapatkan kelancaran yang memadai
sub-sub keterampilan melakukan tugas yang kompleks itu halus dilatihkan,
diotomatisasikan, diintegrasikan, di-organisasikan ke dalam sistem aturan, yang
terus menerus direstrukturisasi.
Automatisasi mengacu pada proses
pembiasaan suatu keterampilan melalui latihan praktis. Dalam hal ini McLaughlin
menggunakan pemrosesan otomatis dan pemrosesan terkendali. Pada pemrosesan otomtis, simpul-simpul saraf
tertentu diaktifkan setiap ada masukan informasi. Pola pengaktifan ini
berkembang menjadi respons yang dikuasai secara lambat laun. Jika respons
otomatis dikuasai, sulit sekali ditekan atau diganti.
Dalam pemrosesan terkendali simpul saraf
ingatan diaktifkan mengikuti urutan tertentu pada jangka tertentu sehingga
respons belum terkuasai atau terotomatisasi. Agar respon dapat terjadi pelajar
harus memperhatikan proses dengan sungguh-sungguh. Proses ini tidak akan
terjadi jika ada hambatan atau gangguan.
Dalam gaya sehari-hari pelajar
menggunakan bentuk bahasa informal dan tidak terlalu menghiraukan aturan tata
bahasa. Gaya
ini digunakan ketika bahasa diproses secara otomatis. Sebaliknya, gaya hati-hati terjadi
jika pelajar melakukan pemantauan (monitor) yang ketat terhadap bentuk bahasa
yang digunakan. Pemahaman ini mewujudkan pemrosesan bahasa yang terkendali yang
dilakukan untuk menyelesaikan tugas.
Shiffren dan Schneider mengemukakan pemrosesan terkendali dan otomatis,
sedangkan Rod Ellis dan Anderson
membedakan antara pengetahuan tentang apa (misalnya dalam bentuk definisi),
bersifat eksplisit, disadari, dan dapat dinyatakan oleh pelajar. Pengetahuan
prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana (misalnya bagaimana menggunakan
bahasa sesuai dengan aturan yang berlaku). Pengetahuan prosedural mungkin
amplisit atau eksplisit, disadari atau tidak disadari. Terkendali atau
otomatis. Menurut Ellis, model Anderson mencakup tiga tahap, yaitu (1) tahap
kognitif, ketika pelajar menggunakan pengetahuan deklaratif yang sadar; (2)
tahap asosiatif, ketika mereka mulai mengolah pengetahuannya secara prosedural,
dan (3) tahap otonom, ketika unjuk laku tidak mengandung kekeliruan. (Hadley,
1993:56).
Teori kognitif menyatakan bahwa dalam belajar, pengembangan harus lebih
berfokus pada keterampilan yang kompleks bukan pada otomatisasi subketerampilannya.
Dalam proses belajar menurut pandangan ini, otomatisasi maupun restrukturisasi
merupakan proses belajar yang sangat penting. Setiap kali ada informasi baru
yang dipelajari maka organisasi (struktur) informasi yang telah dimiliki
pelajar akan diubah (direstrukturisasi), sesuai dengan informasi baru
(McLaughlin dalam Hadley, 1993).
Ausubel (1968) mencoba menerapkan prinsip-prinsip umum psikologi kognitif
dalam konteks pendidikan. Ia menekankan pentingnya peran serta mental pelajar
secara aktif dalam menyelesaikan tugas belajar yang bermakna. Ausbel percaya
bahwa ada dua jenis belajar yaitu belajar
hafalan dan bermakna. Belajar
hafalan bersifat arbiter dan berbatim, artinya
bahan ajar yang dipelajari siswa hanya dihafal saja, tidak memandu ke dalam
struktur kognitif pelajar. Apa yang dipelajari seakan-akan tidak berhubungan
dengan apa yang sudah dikuasainya. Hal ini terjadi misalnya jika pelajar
disuruh menghafalkan kata-kata lepas yang tidak berkaitan dengan bacaan atau
tulisan.
Proses belajar bermakna sebaliknya, dapat dihubungkan dengan sesuatu yang
sudah diketahui pelajar sehingga dengan mudah dipadukan dengan sistem kognitif
yang telah dimiliki. Menurut Ausubel, agar belajar menjadi bermakna pelajar
harus memiliki minat untuk belajar serta kemauan untuk secara bermakna
menghubungkan bahan yang baru dengan apa yang telah diketahui. Ausubel
menekankan bahwa agar efektif dan permanen, belajar harus bermakna.
Hadley menyimpulkan beberapa pokok pikiran yang penting dalam teori
kognitif.
1)
Belajar bermula dari kegiatan mental yang internal.
belajar bahasa adalah salah satu jenis proses belajar dan melibatkan
pemerolehan keterampilan yang kompleks.
2)
Sub-subketerampilan yang merupakan bagian dalam tugas.
Belajar bahasa yang kompleks harus diketik, diotomatisasikan, serta dipadukan
ke dalam gambaran internal yang terorganisasi atau sistem aturan di dalam
struktur kognitif yang ada.
3)
Gambaran (representasi) internal bahasa selalu
direstrukturisasi setiap kali terjadi perkembangan.
4)
Keterampilan dipelajari setelah melalui pemrosesan
terkendali.
5)
Kemampuan produktif pelajar berbeda-beda bergantung
pada perhatian yang diberikan terhadap bentuk bahasa yang digunakan.
6)
Ahli-ahli kognitif membedakan dua jenis pengetahuan,
yaitu pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural.
7)
Ausubel menemukan “belajar yang bermakna” yaitu belajar
yang dapat Dihubungkan dengan yang sudah diketahui, bukan belajar hafalan yang
arbitner dan verbatim.
d. Model Holodinamik
Salah satu model belajar bahasa pada tahun 80-an ialah holodinamik (selanjutnya
disebut dengan singkatan HDM = Holodynamic Model). Model yang dikemukakan oleh
Renzo Titone (1981) ini merupakan sintensis antara ciri-ciri aliran
behaviorisme dan kongnitivisme. Namun, model ini menganggap aspek kepribadian
sebagai komponen yang sangat penting dalam perilaku berbahasa.
HDM mencakup tiga tingkat yang berurutan. Tingkat tertinggi disebut
tingkat taktik yang kira-kira sama
dengan struktur luar bahasa menurut
aliran transformasi. Operasi taktik yang mencakup pemahaman dan penggunaan
bahasa dalam wujud keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Untuk menyempurnakan tingkat tingkat taktik ini diperlukan koordinasi dan
integrasi mental.
Tingkat yang lebih rendah daripada taktik ialah tingkat strategik. Tingkat ini lebih berciri
kognitif dan menyangkut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa. Aturan-aturan
yang berlaku dalam B2 diasimilasikan baik secara induktif maupun deduktif. Jika
aturan-aturan itu telah diasumsikan, maka pelajar dapat memilih dan menggunakan
aturan-aturan yang tepat sesuai dengan konteks. Seperti halnya pada tingkat
taktik proses belajar yang sebenarnya hanya terjadi bila pelajar telah mampu
mengendalikan operasi strategi dalam penggunaan bahasa. Operasi ini dapat
di-sejajarkan dengan struktur dalam pada aliran transformasi.
Pada HDM tingkat yang paling bawah ialah ego dinamik. Tingkat ini
mencakupi variabel-variabel kepribadian seperti pengalaman pelajar, pandangan
hidup, sikap, aspek-aspek efektif, gaya
belajar kognitif, dan sebagainya.
Apakah model belajar itu dapat diterapkan pada belajar B2? Untuk menjawab
pertanyaan itu perlu dicermati dulu persamaan dan perbedaan antara proses
belajar B1 dan B2. Dengan; hal ini ada dua pendapat. Yang pertama menyatakan
bahwa proses pemerolehan B1 menunjukkan persamaan dengan proses belajar B2.
Pendapat ini merupakan titik tolak metode “alamiah” dan pengajaran bahasa.
Pendapat lain menyatakan bahwa kedua proses belajar bahasa itu sangat berbeda.
Titone mengatakan bahwa antara kedua proses belajar bahasa itu terdapat persamaan
dan perbedaan.
1)
Pemerolehan B1 terjadi secara sementara (spontan) dan
tidak dirancang, sedangkan proses belajar B2 disengaja dan dirancang.
2)
Pemerolehan B1 disertai dengan penguatan primer
(misalnya kebutuhan mengkomunikasikan keinginan dan kehendak), sedangkan B2
diikuti dengan penguatan yang lebih lemah seperti anggukan dan angka.
3)
Pemerolehan B1 menunjukkan hasil yang nyata dari tidak
memiliki kemampuan sama sekali sampai memiliki taraf kemampuan tertentu; pada
waktu belajar B2 pelajar sudah memenuhi B1. Hal ini dapat merupakan model yang
dapat ditransfer dalam belajar B2. Akan tetapi jika B1 dan B2 menunjukkan
perbedaan (contrast), pengetahuan tentang B1 dapat mengakibatkan interferensi.
4)
Pelajar B2 telah memiliki kemampuan membedakan
bunyi-bunyi dan struktur, sedangkan dalam pemerolehan bahasa anak kecil belajar
dari awal mula.
5)
Pelajar B2 telah memiliki persepsi dan sikap kehadapan
dengan budaya lain, yang mungkin berpengaruh terhadap proses belajarnya.
Adapun persamaan yang terdapat di antara kedua proses tersebut bersumber
pada kenyataan bahwa baik pemerolehan B1 maupun B2 sama-sama manusia yang
memiliki karakteristik belajar yang sama. Pad keduanya, motivasi merupakan
titik awal proses belajar yang terjadi pada taraf ego-dinamik. Selain itu operasi
taktik dan strategi terjadi baik dalam konteks belajar B1 maupun B2, meskipun
dengan derajat dan cara yang berbeda.
Selanjutnya Titone mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar B2. Faktor-faktor itu ialah: (1) motivasi, (2) kontak
dengan budaya lain, (3) faktor-faktor sosial ekonomi, (4) perbedaan jenis
kelamin, (5) situasi di kelas, (6) hubungan guru siswa, (7) penyajian materi.
B. Teori Pembelajaran Bahasa
1. Teori Behavioris
Teori ini dimotori oleh B.F. Skinner dengan bukunya Verbal Behavir (1957)
(Sapani 1998:13) . Teori ini didasarkan pada teori pelajar stimulus-respon (S-R). berikut ini
beberapa catatan penting mengenai teori pembelajaran atau pemerolehan bahasa
menurut teori Behavioris.
- Teori belajar Behavioris ini bersifat empiris, didasarkan data yang dapat diamati.
- Kalau Behavioris menganggap bahwa:
1) Proses
belajar pada manusia sama dengan prose belajar pada binatang;
2) Proses
belajar bahasa adalah sebagian saja dari proses belajar pada umumnya;
3) Manusia
tidak memiliki potensi bawaan untuk belajar bahasa;
4) Pikiran
anak merupakan tabula rasa (kertas kosong) yang akan diisi dengan asosiasi S-R;
5) Semua
perilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam
rangkaian asosiatif.
- Belajar bagi kaum behavioris adalah proses pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respon yang berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan.
- Pengkodisian selalu disertai ganjaran penguatan asosiasi antara S-R.
- Bahasa adalah perilaku manusia yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain.
- Anak menguasai bahasa melalui peniruan.
- Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan intensitas latihan yang disodorkan. Karena itu, tubian (drill) sangat penting pembelajaran bahasa behavioristik. Pemerolehan bahasa seolah secara disuapi.
2. Teori Mentalis
Teori ini dimotori oleh Noam Chomsky (1959) dengan membahas dan menyerang
pendapat Skinner. Berikut ini beberapa catatan mengenai teori pembelajaran atau
pemerolehan bahasa menurut teori mentalis.
a.
Bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia.
b.
Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan.
c.
Pemerolehan bahasa berlangsung secara alami.
d.
Pola perkembangan bahasa pada berbagai macam bahasa dan
budaya. Lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam pemerolehan bahasa.
e.
Anak (setiap orang) sudah dibekali apa yang disebut piranti penguasaan bahasa ‘Language
acquisition device (LAD)’ sebagai bawaan dari lahir yang antara lain meliputi:
1)
Kemampuan membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi
lain;
2)
Kemampuan menyusun bahasa menjadi sistem struktur;
3)
Pengetahuan tentang yang mungkin dan tidak mungkin
diterima dalam sistem linguistik;
4)
Kemampuan untuk membangun sistem paling sederhana yang
mungkin berdasarkan data yang tersedia.
Dengan LAD ini, anak-anak dalam waktu yang relatif singkat dan dengan
masukan terbatas mampu menguasai bahasa.
f.
Aliran mentalis tidak setuju menyamakan proses belajar
pada manusia dengan yang terjadi pada binatang. Manusia memiliki akal dan
pikiran yang kompleks. Binatang hanya punya naluri.
g.
Belajar bahasa tidak hanya sekedar latihan-latihan mekanistis
seperti ditonjolkan teori behavioris, melainkan lebih kompleks dari itu.
h.
Ada
beberapa teori yang tergolong aliran mentalis ini, misalnya:
1)
Teori Tata bahasa Universal
2)
Teori monitor
3)
Teori kognitif
C. Sumbangan Teori Pembelajaran Bahasa
terhadap Proses Belajar Mengajar Bahasa
Telah dikemukakan bahwa salah satu kegunaan adalah praktik belajar dan
mengajarkan bahasa, khususnya bahasa Indonesia .
1. Sumbangan bagi Prinsip-prinsip Pengajaran
Bahasa
Sumbangan yang dapat diberikan oleh teori-teori belajar bahasa antara
lain seperti berikut ini.
- Prinsip belajar melalui latihan-latihan (learningby training). Banyak latihan merupakan satu-satunya peluang untuk menguasai suatu bahasa. Prinsip ini datang dari teori Behavioris.
- Prinsip pemecahan masalah (problem solving) yaitu untuk menguasai suatu bahasa dengan baik, tidak mungkin melalui latihan-latihan mekanistis. Hal itu dikarenakan bahasa adalah alat komunikasi yang kompleks yang melibatkan pula kognisi (kemampuan berpikir) para pembelajar. Cara yang dapat ditempuh misalnya:
1)
menyuruh siswa menyusun karangan,
2)
menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan
3)
melakukan ekspose.
Prinsip ini datang dari teori Mentalis.
- Prinsip pemberian ganjaran/penguatan (reinforce-ment) yaitu setiap kali siswa berhasil melakukan suatu pembelajaran dengan baik, guru memberikan ganjaran berupa pujian, dorongan semangat, atau nilai tambahan. Prinsip ini sebenarnya dilakukan untuk memotivasi belajar siswa.
- Prinsip belajar lebih penting daripada mengajar (CBSA) mempunyai arti bahwa yang berperan aktif dalam proses pembelajaran adalah siswa. guru hanya berperan sebagai pembimbing itu pun kalau diperlukan.
- Prinsip dari yang diketahui ke yang belum diketahui mempunyai arti bahwa dalam mengerjakan sesuatu guru harus mulai dari sesuatu yang telah dikenal siswa menuju sesuatu yang baru bahkan sama sekali belum dikenal siswa. prinsip ini berarti pula, pelajaran itu harus dimulai dari sesuatu yang mudah kepada sesuatu yang lebih sukar.
- Prinsip pemahaman dulu baru penggunaan (reseptif mendahului produktif) berarti penekanan pembelajaran harus dimulai dengan segala hal yang bersifat kognitif. Setelah tingkat kognitif dipahami baru dilanjutkan dengan tingkat praktik atau penggunaannya.
2. Sumbangan bagi Teknik-teknik Pengajaran /
Pembelajaran Bahasa
Teknik pengajaran atau pembelajaran adalah cara-cara pelaksanaan
pengajaran/pembelajaran atau cara penyajian bahan di kelas. teknik ini juga
dimaksudkan sebagai penerapan prinsip-prinsip dalam aktivitas belajar mengajar
di kelas. sumbangan teori belajar bahasa bagi teknik pengajaran/pembelajaran
antara lain sebagai berikut ini.
a.
Teknik Penubian
(drill) untuk penguasaan berbagai keterampilan dan komponen bahasa.
b.
Teknik permainan
Peniruan (mimicry) untuk mempelajari berbagai model dalam bahasa. Pemakaian
teknik harus dibatasi dan selektif.
c.
Teknik Permainan
Bahasa (language games) adalah mengajarkan berbagai keterampilan dan
komponen bahasa melalui berbagai permainan yang menarik minat dan partisipasi
siswa.
d.
Teknik Bermain
Peran (rele play) dapat mengaktifkan siswa. teknik ini memberi kesempatan
kepada siswa untuk menggunakan bahasa yang otenik. Teknik ini lahir prinsip belajar lebih penting daripada mengajar dan penggunaan bahasa yang otentik.
3. Sumbangan bagi Metode Pengajaran Bahasa
Banyak metode pengajaran bahasa terutama metode pengajaran bahasa kedua
(seperti metode untuk mengerjakan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah kita pada
umumnya) lahir dari teori-teori linguistik terapan.
a.
Metode Langsung
(Direct Mothod) dan Metode
Audiolingual (Audiolingual Method) adalah dua metode yang muncul
berdasarkan teori Behavioris dengan latar belakang psikologi behavioral dan
linguistik deskriptif. kedua metode ini sudah sangat terkenal dan berkembang
selama Perang Dunia kedua sampai kira-kira tahun 1960-an.
b.
Metode cara Diam
(Silent Way )
adalah metode yang muncul berdasarkan teori kognitif (salah satu cabang
teori mentalis). Metode ini bekerja antara lain berdasarkan prinsip teaching should belajar subordinated
to learning, siswalah yang aktif selama proses belajar mengajar
berlangsung. Guru harus lebih banyak diam. Guru lebih banyak berperan sebagai
pengatur laku (seperti sutradara dalam pertunjukkan drama). Pelajaran dimulai
dari hal-hal yang sudah dikenal siswa.
c.
Metode alamiah
(Natural Appriach / method) dan Metode Respon Fisik Total (Total Physical
Response) adalah dua contoh metode yang berasal dari teori mentalis yang
menggunakan prinsip bahwa belajar harus berlangsung secara alamiah. Kedua
metode ini memulai pelajaran bahasa dengan latihan menyimak sebelum berbicara.
Hal ini didasarkan kepada kenyataan yang terdapat pada bayi. Bayi belajar
bahasa mulai dengan kegiatan menyimak selama berbulan-bulan kemudian berbicara
sedikit demi sedikit.
4. Sumbangan bagi Bahan Pelajaran Bahasa
Teori belajar bahasa juga memberikan sumbangan berkenaan dengan bahan
yang akan diajarkan serta bentuk bahan tersebut.
a.
Teori Behavioris cenderung
mengutamakan penyediaan materi-materi pelajaran bahasa yang sudah disusun
sedemikian rupa untuk dijadikan model-model yang akan ditiru siswa melalui
berbagai teknik latihan, seperti teknik penubian pola-pola (patterns drill) dan
teknik substitusi.
b.
Teori mentalis cenderung
mengutamakan materi-materi otentik yang sesuai dengan penggunaan bahasa yang
sebenarnya agar berjalan secara alamiah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Ada dua teori belajar bahasa
yaitu teori empirisme dan rasionalisme. Teori belajar behavioris bersifat
empiris, didasarkan atas data yang dapat diamati. Kaum behavioris menganggap
bahwa proses belajar bahasa adalah sebagian aja dari proses belajar pada
umumnya. Kaum behavioris berpendapat bahwa pikiran anak merupakan tabula rasa (kertas kosong) yang akan
diisi dengan asosiasi antara S dan R. Belajar adalah proses pembentukan
hubungan asosiatif antara stimulus dan respon yang berulang-ulang. Pembentukan
kebiasaan ini disebut pengkondisian. Bahasa manusia merupakan suatu sistem
respons yang canggih yang terbentuk melalui pengkondisian operant/
belajar verbal (bahasa). Teori belajar bahasa yang termasuk aliran rasionalisme
ialah teori tata bahasa universal, teori dan teori kognitif.
2.
Teori pembelajaran bahasa meliputi teori: behavioris dan mentalis. Teori
mentalis meliputi teori tata bahasa universal, teori monitor, dan teori
kognitif. Teori tata bahasa universal mencakup seperangkat elemen gramatikal
atau prinsip-prinsip yang secara alami ada pada semua bahasa manusia.
Prinsip-prinsip ini merupakan hasil
perangkat perolehan bahasa (LAD) yang mencakup prinsip-prinsip universal
substantif dan prinsip universal formal. Menurut Chomosky prinsip universal
yang “ditemukan” oleh anak membentuk “tata bahasa inti” yang sama dalam semua
bahasa. Krashen mengemukakan model belajar yang disebut “model monitor” yang
mencakup 5 hipotesis, yaitu perbedaan perolehan dan proses belajar bahasa
hipotesis tentang urutan alamiah perolehan struktur gramatikal, hipotesis
masukan, dan hipotesis saringan. Menurut Krashen, belajar hanya dapat berfungsi
sebagai monitor bila disertai dengan kondisi yang memadai. Melalui perolehan
yang terjadi di bawah sadar anak-anak mendapatkan intuisi bahasa (rasa bahasa),
yang tidak diperoleh melalui proses belajar terutama pada tahap awal.Teori
kognitif bersumber pada psikologi kognitif dan berfokus pada proses kognitif
yang lebih umum. Menurut teori kognitif, belajar bahasa terjadi sebagai
pemerolehan keterampilan kognitif yang kompleks. Untuk mencapai kemahariran
bahasa sub-subketerampilannya harus dilatih, diotomatisasikan, diintegrasikan,
dan diorganisasikan ke dalam sistem yang sudah dimiliki, yang selalu berubah
strukturnya sesuai dengan perkembangan kemahiran.
3.
Sumbangan teori pembelajaran bahasa terhadap proses belajar mengajar
bahasa adalah sumbangan terhadap prinsip-prinsip pengajaran bahasa, teknik
pengajaran bahasa, metode pengajaran bahasa, dan bahan pelajaran.
B. Saran
1. Tidak ada teori belajar bahasa yang lengkap, maka bagi pembaca
haruslah memahami semua teori tentang belajar bahasa sehingga dapat memilih
yang manakah teori yang relevan dalam belajar bahasa dengan mempertimbangkan
kondisi daerah dan sipebelajar.
2. Teori pembelajaran bahasa
seyogianya dipahami oleh guru agar tidak salah memilih teknik, metode, dan
bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa.
3. Gunakalah teori belajar bahasa untuk menyusun strategi belajar mengajar
agar pembelajaran terarah dan sistematis serta belandaskan teori yang teruji
kebenarannya.
Daftar Pustaka
Akhadiah, Sabarti dkk.
1998. Teori Belajar Bahasa. Jakarta : Depsiknas.
Hadley, Alice
Omoggio. 1993. Teaching Language in
Context. Boston :
Heinle& Heninly Publidhers.
Purwo, Bambang
Kaswanti. 1997. Pokok-pokok Pengajaran Bahasa dan Kurikulum 1994 Bahasa Indonesia .
Jakarta :
Depdikbud.
Sapani, Suardi dkk.
1998. Teori Pembelajaran Bahasa. Jakarta : Depdikbud.
Ster,
H.H. 1983. Fundamental Concepts of Language Teachin. Oxford: Oxford University
Press.